BUDIDAYA TANAMAN SAWI DENGAN HIDROPONIK SISTEM DFT
15JAN/1333
Hidroponik merupakan budidaya tanaman tanpa menggunakan
media tanah (soiless). Hidroponik berasal dari dari kata “Hydroponic”, yang di dalam bahasa Yunani terbagi
menjadi dua kata, yaitu hydro dan ponous. Hydro berarti
air dan ponous berarti kerja.Sesuai arti tersebut, makma
bertanam secara hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam yang menggunakan
air, nutrisi, dan oksigen.
Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan sistem berkebun
hidroponik. Di antaranya, produksi tanaman lebih tinggi, lebih terjamin dari
hama dan penyakit, tanaman tumbuh lebih cepat dan pemakaian pupuk lebih hemat,
bila ada tanaman yang mati, bisa dengan mudah diganti dengan tanaman baru, dan
tanaman memberikan hasil yang kontinu.
Jenis tanaman yang dapat dibudidayakan dengan
teknik hidroponik adalah jenis sayuran (baik daun dan buah, seperti: Bayam,
Pakcoy, Sawi, Kangkung, Tomat, Cabai, Paprika, dll); jenis tanaman bunga;
tanaman buah: Melon, Strawberry, dll; dan bahkan sampai dengan tanaman obat
untuk keluarga, seperti: Binahong, Pegagan, Sendok-sendokan, dll.
Pada budidaya hidroponik, semua kebutuhan
nutrisi diupayakan tersedia dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh
tanaman. Nutrisi itu diberikan dalam bentuk larutan yang bahannya dapat
berasal dari bahan organik maupun anorganik. Pada pertanian hidroponik nutrisi
sangat menentukan keberhasilan, karena tanaman mendapat unsur hara dari apa
yang diberikan. Terdapat pupuk hidroponik yang siap pakai di pasaran, ini akan
lebih mudah, tinggal dicampur dengan air dan aplikasikan. Contoh pupuk yang ada
di pasaran adalah pupuk AB Mix, Ferti-Mix, dll. Pupuk ini mengandung
unsur hara mikro dan makro yang diperlukan oleh tanaman.Pupuk tersebut
diformulasikan secara khusus sesuai dengan jenis dan fase pertumbuhan
tanaman.Keistimewaan nutrisi hidroponik ini yaitu selain mengandung semua unsur
hara yang diperlukan tanaman, adalah menggunakan bahan – bahan yang 100% dapat
larut dalam air.Cara penggunaannya pun juga sangat praktis dan dapat disimpan
dalam waktu yang cukup lama.
Pada kesempatan kali ini, Atusi Online akan berbagi pengalaman
tentang budidaya tanaman sayuran menggunakan salah satu sistem hidroponik,
yaitu sistem DFT (Deep Flow Technique).Teknik hidroponik sistem DFT menggunkan
sterofoam sebagai tempat untuk meletakkan tanamannya dimana steroformnya
diberi lubang-lubang kecil sebagai tempat untuk memasukkan akar tanaman agar
tergenang pada larutan nutrisi, tanaman yang akan dimasukkan kedalam lubang
diberi kapas agar tanaman tidak tenggelam. Larutan nutrisi tersebut
disirkulasikan dengan bantuan aerator dan pompa. Pada dasarnya hidroponik
system DFT sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berbeda.
Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan
baik.Sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atau flow. Teknik
hidroponik sistem DFT ini cocok untuk membudidayakan tanaman yang berbuah.,
misalnya tomat.
Beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan dalam
budidaya hidroponik kurang lebih hampir sama dengan sistem konvensional.
Tahapan dalam budidaya hidroponik, seperti pemilihan/seleksi benih tanaman yang
akan ditanam, penyemaian benih tanaman, penyiapan tempat tanam (rumah plastik,
nutrisi, dll), transplantasi ke sistem hidroponik, perawatan sampai dengan
panen. Jadi yang berbeda adalah larutan nutrisi dan sistem hidroponik
yang digunakan.
Berikut ini adalah beberapa perlengkapan yang
perlu dipersiapkan dalam budidaya sayuran dengan sistem hidroponik (seperti
terlihat dalam Gambar 1).
Gambar 1. Perlengkapan yang Diperlukan dalam
Sistem DFT
Jadi sistem DFT memerlukan pasokan listrik
untuk mensirkulasikan air ke dalam talan-talang tersebut dengan menggunakan
pompa dan untuk menghemat penggunaan listrik, kita dapat menggunkan timer
(untuk mengatur waktu hidup dan mati pompa). Sebagai contoh pada pagi
hari pompa hidup dan sore hari pompa mati, begitu seterusnya.
Kelebihan dari teknik hidroponik sistem DFT
ini adalah pada saat aliran arus listrik padam maka larutan nutrisi tetap
tersedia untuk tanaman, karena pada sistem ini kedalam larutan nutrisinya
mencapai kedalaman 6 cm. Jadi pada saat tidak ada aliran nutrisi maka masih ada
larutan nutrisi yang tersedia. Sedangkan untuk kekurangannya adalah pada sistem
DFT ini memerlukan larutan nutrisi yang lebih banyak dibandikan dengan sistem
NFT (nutrient Film Technique).
Perkembangan tanaman yang dibudidayakan
menggunakan sistem DFT dapat tumbuh dengan baik dan memiliki kualitas
buah/sayuran yang lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional.
Berikut ini adalah gambaran pertumbuhan tanaman sawi dalam sistem DFT dalam
setiap Minggu Setelah Tanam (MST).
Gambar 2. Pertumbuhan Tanaman Sawi per Minggu
Setelah Tanaman
Pada minggu ke-4 setelah tanam, tanaman sudah
besar dan harus segera dipanen. Oh iya, pada sistem DFT ini kami hanya
menanam satu tanaman untuk satu lubang.
Gambar 3. Tanaman Sawi Siap Dipanen
Sumber : http://staff.unila.ac.id/atusi/2013/01/15/budidaya-tanaman-sawi-dengan-hidroponik-sistem-dft.